Di tengah kesibukan dunia modern, kegiatan ngaji kitab tetap menjadi ruang kontemplatif yang tak lekang oleh zaman. Salah satu kegiatan ngaji yang terus menjaga denyut intelektual Islam klasik adalah Ngaji KOPISODA (Komunitas Pecinta Sholawat dan Diskusi Kitab). Dalam salah satu sesinya, sekitar dua puluh jama’ah berkumpul dalam lingkaran keilmuan untuk mendalami surat Al-Fatihah melalui kitab tafsir klasik dan kajian ulama Nusantara. Suasana hangat dan akrab pun menyelimuti ruang kajian, terlebih dengan kehadiran sejumlah tokoh penting seperti Kyai Said Fauzi, Kyai Muslikan, Kyai Musbichin, dan Gus Ulum Sya’roni. Kitab dibacakan langsung oleh Gus Fahim, yang kemudian dilanjutkan dengan diskusi bersama para peserta.
Pertemuan Perdana: KOPISODA LAMPUNG Gelar Ngaji Kitab Tafsir Kyai Soleh Darat
Salah satu tema menarik yang diangkat dalam sesi ini adalah tentang status Surat Al-Fatihah: apakah termasuk makkiyyah atau madaniyyah? Perdebatan ini ternyata tidak sederhana.
Pendapat pertama, yang dipegang oleh Imam Al-Baidhawi dan mayoritas ulama, menyatakan bahwa Al-Fatihah adalah surat Makkiyyah, karena diturunkan sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah. Namun, menurut Mujahid, surat ini termasuk Madaniyyah karena diyakini turun bersamaan dengan perintah pemindahan kiblat dari Baitul Maqdis ke Ka’bah.
Di tengah perbedaan itu, muncul pendapat ketiga yang menyatakan bahwa surat Al-Fatihah diturunkan dua kali baik sebelum maupun sesudah hijrah sehingga ia dapat digolongkan sebagai surat makkiyyah-madaniyyah. Perbedaan ini tentu tidak sekadar soal teknis waktu, melainkan juga berkaitan dengan pendekatan teologis dalam memahami wahyu dan sejarah kenabian.
Lebih lanjut, dalam pembacaan tafsir Kyai Sholeh Darat, Surat Al-Fatihah ini terdiri atas tujuh ayat, dengan “Bismillahirrahmanirrahim” sebagai ayat pertama, mengikuti pandangan Imam Syafi’i. Menariknya, Kyai Sholeh Darat menghitung bahwa surat ini terdiri atas 27 kalimat dan 140 huruf, tidak termasuk hitungan tasydid. Ini bukan semata perhitungan teknis, tapi menunjukkan kedalaman perhatian ulama terhadap struktur bahasa Al-Qur’an.
Secara substansi, Surat Al-Fatihah mengandung dua perintah utama dari Allah kepada manusia. Pertama, perintah untuk beribadah, sebagaimana tercermin dalam ayat-ayat dari “Bismillahirrahmanirrahim” hingga “Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in“.
Kedua, perintah untuk senantiasa memohon petunjuk atau hidayah, yang terletak dalam ayat “Ihdinas-siratal mustaqim”. Dua perintah ini menjadi poros utama dalam relasi manusia dengan Tuhan. Pengabdian dan permohonan petunjuk, dua hal yang sejatinya harus menyatu dalam kehidupan spiritual seorang Muslim.
Salah satu pembahasan yang menarik perhatian jama’ah dalam ngaji ini adalah makna dari kalimat pembuka: Bismillahirrahmanirrahim. Menurut penafsiran yang disampaikan, lafadz ini memuat dua sifat Allah yang fundamental, Ar-Rahman dan Ar-Rahim. Ar-Rahman menggambarkan kekuasaan dan ketetapan Allah atas seluruh makhluk-Nya sifat jalal dan qohhar yang menunjukkan bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Sementara itu, Ar-Rahim menggambarkan sisi jamal dan kamal Allah kasih sayang dan kesempurnaan-Nya yang memancar ke seluruh semesta. Dengan demikian, dari satu lafadz pembuka saja, kita telah diajak untuk mengenal Allah dalam dua dimensi yakni keagungan dan cinta kasih.
Kegiatan Ngaji KOPISODA ini bukan hanya soal mentransmisikan ilmu, tapi juga menjadi ruang perjumpaan antara generasi, pemikiran, dan tradisi. Ia memperlihatkan bahwa kajian terhadap Al-Qur’an, apalagi melalui karya ulama Nusantara seperti Kyai Sholeh Darat, bukanlah sesuatu yang usang. Justru di sanalah kita menemukan pijakan spiritual dan intelektual yang kokoh untuk menjawab tantangan zaman.
Antusiasme masyarakat dalam mengikuti kegiatan seperti ini adalah penanda bahwa tradisi keilmuan Islam di Nusantara masih tumbuh subur. Di tengah tantangan modernitas, ngaji kitab tetap menjadi pelita yang menerangi jalan spiritual umat, sekaligus jembatan antara warisan ulama dan generasi masa kini.