Sidang BPUPKI atau Badan Penyelidikan Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia merupakan sidang yang membahas tentang perumusan dasar Negara dan kemerdekaan yang dilaksanakan pada bulan Mei tahun 1945 dan dalam bahasa Jepang disebut Dokuritsu Junbi Chosa-kai. BPUPKI sendiri dibentuk oleh pemerintahan angkatan darat Jepang XVI di Jakarta pada 29 April 1945 pada masa perang dunia II yang beranggotakan dari berbagai latar belakang kalangan, daerah, dan agama diantaranya, yaitu etnis Arab dan Tionghoa.
Banyak sekali tokoh-tokoh pahlawan yang ikut andil dalam sidang BPUPKI tersebut diantaranya, yakni Abdul Kaffar, Ahmad Sanusi, Abdoel Kahar Moezakir, Abdurrahman Baswedan, Agus Musin Dasaad, BKPH Suryohamijoyo, BPH Bintoro, Dr. Kanjeng Raden Mertoatmodjo, Dr. Raden Suleiman Effendi Kusumah Atmaja, Dr. Samsi Sastrawidagda, Dr. Soekiman Wirjosandjojo, Drs. KRMH Sosrodiningrat, Drs. Mohammad Hatta, Haji Agus Salim, Ichibangase Yosio, Ir. Pangeran Muhammad Noor, Ir. R.M. Pandji Soerachman Tjokroadisoerjo, KH. Abdul Halim, Ki Hajar Dewantara, dan masih banyak lagi. Dalam anggota sidang tersebut terdapat tiga tokoh besar ulama NU, yaitu: dan KH Abdul Fatah Yasin Bojonegoro)
1. KH. Wahid Hasyim
Siapa yang tidak kenal dengan salah satu tokoh sekaligus ulama besar NU ini, beliau adalah salah satu anak dari Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari. Ia lahir di Jombang pada Tanggal 1 Juni 1914. Beliau dikenal memiliki kecerdasan sekaligus memiliki perspektif pemikiran yang jauh kedepan melampaui zamannya, hal ini dapat kita lihat dimana pada umur yang tergolong masih muda, yakni umur 25 tahun sudah memimpin federasi ormas-ormas Islam Indonesia melalui Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) dan pada umur 31 tahun beliau merupakan salah satu tokoh muda NU yang terlibat dalam sidang BPUPKI.
Salah satu terobosan beliau yang paling terkenal adalah pembaharuan kurikulum secara revolusioner, dimana kala itu melalui Madrasah An-Nidzamiyah di Pesantren Tebuireng beliau melakukan pembaharuan, yakni pelajaran umum 70% dan pelajaran agama 30%. Di madrasah ini santri-santri diberi wawasan secara matang tentang kesadaran berbangsa dan bernegara. Berikut kata beliau:
“Kita harus menyongsong zaman baru sebagai bangsa yang merdeka”
2. KH. Masykur Malang
KH. Masykur Malang salah satu tokoh ulama besar NU yang pernah menjabat sebagai Menteri Agama Indonesia pada tahun 1947-1949 dan tahun 1953-1955. Beliau lahir di Singosari, Malang, Jawa Timur, pada 30 Desember 1902. Pada usia Sembilan tahun yang tergolong masih kecil KH. Masykur diajak orangtuanya untuk menunaikan ibadah haji di tanah suci dan selepas kembali dari Makkah- Madinah ia dimasukkan di Pondok Pesantren Bungkuk, pimpinan KH. Thahir.
Kemudian, beliau melanjutkan pengembaraan ilmunya di Pondok Pesantren Sono, Buduran, Sidoarjo untuk memperdalam ilmu nahwu sharaf dan selang empat tahun kemudian beliau mengaji di Pesantren Siwalan, Panji, Sidoarjo untuk mendalami ilmu fiqih selama kurang lebih 2 tahun yang kemudian beliau melanjutkan mengaji di Pesantren Kyai Kholil, Bangkalan, Madura selama 1 tahun. Selain itu ia juga pernah menimba ilmu di Madrasah Mamba’ul Ulum, Jamsaren, Solo selama 7 tahun.
Demikian biografi singkat dua tokoh besar sekaligus ulama besar Nahdlatul Ulama (NU) yang berkontribusi dalam perumusan kemerdekaan Indonesia, semoga dengan ini kita dapat terinspirasi dari gagasan-gagasan dan semangat beliau dalam memperjuangkan kemerdekaan Negara Republik Indonesia.